Sunday, January 21, 2018

Pendidikan!

Happy New Year ALL!!!

Telat yah? Tahun in nothing to recap, no grand resolution, kita jalani saja yah... 



Kemarin partner ku bertanya, “Kamu rasa mana yang paling asik, Setelah pernah bekerja di dunia medis, perhotelan, spa, restoran…” Sebelum dia menyelesaian pertanyaannya, aku langsung mau menjawab “sama saja...” Tapi begitu dia berikan pilihan terakhir “dan edukasi?” Jawabanku langsung berubah. “EDUKASI!” In tidak diragukan lagi. Personally, Aku senang berinteraksi dengan anak-anak yang pada umumnya masih polos, tulus dan tidak penuh politik (walau sekarang banyak juga yang sudah ter”polusi” oleh content-content di dunia maya yang mereka tonton).

Kenapa edukasi? Banyak sekali alasannya.

Mungkin pengaruh paling besar adalah dari Orang Tua. Mama ku yang sekarang sudah berumur 67 masih juga beranggapan kalau dulunya beliau diberi  kesempatan yang sama seperti saudara-saudara laki-lakinya, beliau percaya kalau akan lebih banyak kesempatan “emas” yang mungkin akan terpapar kepada nya, again who knows apa yang bisa terjadi pada manusia kan? Tapi memang banyak kebenaran didalam “kepercayaan” itu.

Aku adalah contoh paling dekat, lahir di kampung kecil, aku bangga dan berani bilang “masa kecilku bahagia”. Waktu dengan orang tua dan kerabat dekat itu tidak pernah kurang, dari sana aku belajar tentang arti keluarga.


Aku mulai masa Taman Kanak-kanak ku karena aku minta. Moving on sekolah dasar dimulai diusia lebih muda dari teman-teman lainnya, dimana aku sempat ditolak karena usia “belum mencukupi”. Tapi orang tua yang fight agar aku bisa jadi “anak bawang” saja, akhirnya aku diterima, aku habiskan tidak memusingkan masalah pelajaran, tapi practical life skill untuk anak-anak pada umumya, misalnya bersepeda, memanjat pohon, membantu orang tua, bersosialisasi dengan teman-teman yang berbeda suku dan agama (pertama kali aku belajar untuk tidak minder walau suku minoritas), dan juga menyelesaikan masalah anak-anak pada umumnya.


Tingkat selanjutnya, sekolah menengah aku lalui di sekolah baru di kota kecil tetangga. Adaptasi pasti, tidak hanya pada tingkat pelajaran yang lebih sulit, tapi juga belajar beradaptasi pada pandangan orang-orang kota kecil ini terhadap “anak kampung”. Ini tahap kedua aku belajar “bangga” karena anak kampung tidak ‘kalah’ dengan anak-anak kota dan yang aku sering bilang ke penghina “Kenapa? Emank nya air joman berutang pada kalian?” So much pride in that rhetorical questions. Tapi disini juga aku betemu lifetime besties! Blessed~


Selanjutnya pindah ke kota besar Medan untuk jenjang pendidkan lebih tinggi, percaya atau tidak orang memandang sebelah mata karena kami “orang kota kecil”, bahasa ku memiliki aksen “kampungan”, cara berpakaian kami tidak cukup stylish. Pengaruhnya ke diriku, tidak banyak! Masa kecil yang super, loving family and friends dan focusing on doing well in education, membuat aku tidak pusing dengan  pandangan rendah orang. Peduli amat! Aku sibuk dengan hidup ku yang banyak harus ku syukuri.

Moving on to Kuala Lumpur, for a better education quality, banyak juga tantangannya. Yang tidak bisa lepas adalah saat negara lain memandang mereka lebih tinggi, itu sudah pasti. Aku sudah tanggap menghadapi masalah ini, sudah dari dulu soalnya, kalau orang kisaran memandang rendah anak kampung, orang medan memandang rendah anak kisaran, orang jakarta memandang rendah orang medan, orang Malaysia memandang rendah orang Indonesia, apa yang kamu lakukan? Peduli amat, Proof them wrong. Di masa-masa ini aku belajar rasa nasionlisme, campur aduk akan "rusak" dan "indah" nya negara kita.

Untuk pendidikan lanjut, pada saat itu memang Malaysia bukan tujuan utama, pengennya Australia, tapi karena financial status yang hanya dalam kategori “CUKUP”, I grab that opportunity. Mom and Dad had to sell our car to get me my education! Sad, but I just have to be out from Medan. Oh.. jangan salah sangka, Medanese punya banyak kelebihan, kekeluargaan adalah salah satunya, tapi layaknya manusia, Medanese juga punya kekurangan.

Ke Kuala Lumpur, travelling sendiri dengan strangers dan tidak diantar orang tua. Wah, banyak sekali air mata yang bercucuran dan lebih dari itu Courage adalah yang aku banggakan.  Keeping my eye on graduating well, 2 tahun enjoying learning dan friendships, I graduated with first degree with honour and awarded as an outstanding student untuk major kami pada saat itu. All of those things for my parents. Masa kuliah itu, susah banget, banyak kentang dan wortel yang aku konsumsi karena mau hemat. Haha… Kerja part-time di mall jual sausage berdiri 8 jam sehari. Tapi dari masa-masa itu aku belajar juga tentang rasa syukur untuk teman-teman yang membantu, yang meminjamkan laptop baru nya agar FYP ku selesai sempurna, yang meminjamkan uangnya karena kiriman ku dari orang tua belum datang, oh.. banyak tenan yang membantu. Terima kasih.


Moving to Singapore, mencari kerja. Ini juga journey yang penuh air mata. Masa aku graduate adalah masa economic downturn, 2008. Traveling to Singapore dari Malaysia dengan bus dengan seluruh barang bawaan yang berat (I wonder how I did it), tapi disana juga banyak strangers yang membantu, offering to help me carry. Cried myself to sleep and woke up focusing on using what I have learned and earned di Kisaran, di Medan, di Kuala Lumpur untuk get me a job opportunity. 3 bulan dan akhirnya I landed ditangan yang benar, company yang benar, boss yang benar dan kesempatan belajar yang benar! Disini juga aku realize my dream untuk berilmu hingga ke negri Cina. I fund myself to have a taste of China. one of the BEST time of my life!

From then on, the education continues, in the people I met, in the places I visit, in the film I watched, in the books I read, in the problems I solved, in the problem I didn't solve, in the heart break I felt, in the positive feedback I received and so on. 

Untuk diriku Pribadi, pendidikan ku starts dari rumah, dari keluarga, gimana cara respect orang tua, gimana kita sayang dengan anak-anak tanpa memanjakanya, lalu ke society, gimana berdiri kukuh tidak memandang tinggi tapi juga belajar tidak rendah diri darimana kita datangnya karena pada dasarnya manusia semua adalah sederajat, belajar kalau diatas langit masih ada langit, dan belajar seperti kata papa hidup kita adalah roda kadang diatas kadang dibawah, belajar bahwa there is so much beauty in all the struggles that we conquered, dari keadaan sulit belajar untuk tidak pahit pada kehidupan, oh.. masih panjang pelajarnnya.

Balik lagi apakah semua hardwork itu berguna sekarang? I am not even “working” now.

Pendidikan untuk aku sekarang mungkin lebih dari bangku sekolah. Yeah, those are ‘fine’ time where we would be tested untuk lihat apakah kita menyerap atau hanya going through with the motion? Tapi bangku pendidikan formal itu tidak menunjukkan jalan untuk diriku, bangku pendidikan formal kalau di jalani dengan benar, itu sparks interest, memberikan sedikit rasa untuk begitu banyak hal didunia ini. Kalau you are fortunate enough, well-educated parents might know how to guide you towards one goal and one goal only. Tapi kalau seperti orang tua ku yang tidak begitu fortunate untuk mengecap pendidikan tinggi, yang mereka pun hati yang besar dan pikiran yang terbuka, mereka open enough to let me taste what they never had. Aku tidak kalah beruntungnya, karena aku diberi kebebasan untuk memilih. Even kadang salah jalan pun, tetap aja ada mereka di belakangku, ini karena mereka tau “Pendidikan (dalam segala bentuk) itu Penting”

Where was I?

Yeah… Aku masih milih dunia pendidikan sebagai yang terbaik yang pernah aku jalanin (dan akan aku jalani lagi), for all of the benefits it has for me and will have for me in the future. I want others to have their life changed because of “positive” education experience too.


Sekarang pun, doing marketing, tujuan utama ku adalah “edukasi”. Mengedukasi customers untuk think smart, buy smart and consciously make smart purchasing decision. (Maybe, that’s why I am a bad sales person!) =D 

May you have a blessed Sunday ~

#Ocehan